Di Balik Layar: Algoritma dan Bot yang Menjalankan Media Sosial
Diterbitkan: 2023-10-27Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa postingan tertentu muncul di feed Anda, sementara postingan lainnya tidak pernah muncul? Atau siapakah pengikut bot acak yang mengirim spam ke bagian komentar Anda? Media sosial saat ini terasa semakin otomatis, algoritmik, dan… tidak berguna.
Situs web yang kami telusuri selama berjam-jam setiap hari jauh dari platform netral. Di balik layar terdapat infrastruktur teknologi kompleks yang dirancang untuk menyusun konten dan melibatkan pengguna.
Banyak dari kita yang familiar dengan konsep algoritma – rumus terprogram yang menghitung apa yang kita lihat online. Namun bagaimana sebenarnya cara kerja algoritma ini? Dan bagaimana bot – aplikasi perangkat lunak otomatis yang dirancang untuk menjalankan tugas berulang – menyusup ke ekosistem media sosial? Tujuan dan dampak dari teknologi ini memiliki jangkauan yang luas namun jarang sekali transparan.
Dalam artikel ini, kita akan mengupas kembali cara kerja di balik layar media sosial kita. Anda akan mempelajari bagaimana algoritme dan bot memengaruhi informasi yang Anda terima dan bahkan memanipulasi opini dan perilaku Anda.
Kami juga akan mempelajari studi kasus kesalahan bot dan mengeksplorasi ide untuk meningkatkan akuntabilitas. Saatnya menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi di balik layar di jejaring sosial yang kita kenal dan gunakan setiap hari. Ceritanya lebih kompleks dari yang Anda kira.
TLDR; Algoritma dan Bot yang Menjalankan Media Sosial
- Algoritme mengatur feed media sosial untuk memaksimalkan keterlibatan, bukan wacana berkualitas
- Bot seperti robot spam dan bot politik menyebarkan misinformasi dan propaganda di platform
- Algoritma dapat membuat ruang gema; bot mempromosikan berita palsu dan kejahatan dunia maya
- Platform sosial kurang pengawasan dan transparansi seputar algoritmanya
- Pengguna harus menuntut transparansi dan akuntabilitas dari platform sosial
Bangkitnya Algoritma di Media Sosial
Algoritma adalah serangkaian instruksi atau perhitungan yang diprogram untuk menyelesaikan tugas dan tujuan tertentu. Di platform media sosial, algoritme menganalisis sejumlah besar data pengguna untuk kemudian menyusun dan merekomendasikan konten di feed pengguna. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kepada orang-orang postingan yang paling mungkin membuat mereka berinteraksi saat ini.
Facebook memelopori ide umpan berita yang dipersonalisasi dan didorong oleh algoritma pada tahun 2006. Sebelumnya, postingan hanya ditampilkan dalam urutan kronologis. Facebook ingin mengoptimalkan “konten yang bermakna” – yaitu postingan yang paling banyak disukai, dikomentari, dan dibagikan. Platform lain seperti Twitter, Instagram, dan TikTok akhirnya mengadopsi feed algoritmik juga.
Algoritme ini mempertimbangkan ratusan sinyal tentang setiap pengguna, termasuk koneksi, minat, aktivitas masa lalu, dan jenis perangkat mereka. Mereka terus belajar dan memperbarui berdasarkan data baru. Algoritme pemberi rekomendasi juga menyarankan akun untuk diikuti atau konten untuk dilihat berdasarkan kesamaan dengan apa yang sudah digunakan pengguna. Tujuan akhirnya adalah memaksimalkan pendapatan iklan, sehingga algoritme juga mengoptimalkan postingan dan iklan yang akan membuat pengguna terus menelusurinya tanpa henti.
Lanskap Bot di Platform Sosial
Bot media sosial adalah program perangkat lunak yang secara otomatis menghasilkan konten dan berinteraksi dengan pengguna sebenarnya, sering kali menyamar sebagai akun manusia. Robot spam secara mandiri menyebarkan spam, iklan, atau malware. Chatbots memiliki percakapan AI. Bot politik menyebarkan propaganda dan informasi yang salah, seperti yang terlihat pada pemilu AS tahun 2016.
Bot telah berkembang biak dengan cepat seiring berkembangnya platform sosial. Sebuah penelitian memperkirakan bahwa 9-15% akun Twitter mungkin adalah bot. Di Facebook, akun duplikat dan palsu diperkirakan mencapai sekitar 11% dari pengguna aktif bulanan secara global pada akhir tahun 2021.
Namun, deteksi bot merupakan suatu tantangan. Bot semakin maju, menggunakan AI untuk meniru pola perilaku manusia secara online. Tujuan mereka adalah memanipulasi opini publik atau mempengaruhi wacana secara negatif sambil menghindari deteksi.
Dampak Algoritma dan Bot
Algoritma dan bot telah menghasilkan beberapa manfaat bagi pengguna media sosial. Kurasi algoritmik mempersonalisasi feed agar sesuai dengan minat individu, sehingga menghemat waktu pada konten yang tidak relevan. Chatbots dapat menyediakan layanan pelanggan otomatis yang bermanfaat.
Namun, kurasi algoritmik yang berat juga menyebabkan ruang gema dan polarisasi karena orang hanya melihat perspektif yang berpikiran sama. Bot telah digunakan untuk menyebarkan misinformasi dalam skala cepat, menghilangkan fakta dan memanipulasi wacana publik, seperti yang terlihat dalam pemilu di seluruh dunia.
Mungkin yang paling memprihatinkan adalah kurangnya pengawasan dan transparansi seputar teknologi ini. Platform sosial memberikan sedikit visibilitas tentang cara kerja algoritme mereka dan pengaruhnya terhadap konten yang dilihat pengguna. Mereka juga kesulitan mendeteksi bot canggih, dan tidak berbuat banyak untuk mengekang manipulasi berbahaya yang diakibatkan oleh kelambanan mereka.
Studi Kasus Bot yang Salah
Pada tahun 2016, Microsoft meluncurkan chatbot AI Tay di Twitter, yang dimaksudkan untuk melibatkan pengguna melalui percakapan santai. Namun para troll internet menemukan bahwa mereka dapat melatih Tay untuk menggunakan bahasa rasis dan menyebarkan pandangan yang menyinggung. Dalam waktu 24 jam, Tay harus ditutup.
Selama pemilihan presiden AS tahun 2016, bot yang terkait dengan Rusia menghasilkan propaganda yang menjangkau lebih dari 100 juta orang Amerika di Facebook, Twitter, dan platform lainnya. Hal ini bertujuan untuk menabur perselisihan sosial dan politik.
Robot spam secara teratur menyebarkan malware dan tautan berbahaya di platform sosial melalui akun palsu. Sebuah studi pada tahun 2020 menemukan bahwa lebih dari 100.000 bot Twitter terlibat dalam kampanye disinformasi dan kejahatan siber terkait COVID-19. Hal ini menimbulkan risiko besar bagi pengguna.
Perjuangan Berkelanjutan Melawan Bot Jahat
Platform sosial menggunakan pembelajaran mesin untuk mendeteksi akun bot berdasarkan pola seperti frekuensi tweet yang tinggi, duplikat konten, dan perilaku yang terkoordinasi. Ketika ditandai sebagai kemungkinan bot, akun mungkin ditantang untuk membuktikan bahwa mereka adalah manusia melalui CAPTCHA atau verifikasi telepon. Jika gagal dalam pemeriksaan bot, akun akan dihapus.
Namun, mengidentifikasi bot yang lebih canggih yang memanfaatkan kecerdasan buatan masih merupakan tantangan. Bot ini meniru jadwal posting yang mirip manusia, variasi konten, dan interaksi online. Beberapa menghindari deteksi dengan mengubah perilaku setelah ditandai. Platform terlibat dalam permainan kucing-dan-tikus tanpa akhir melawan kemampuan bot yang terus berkembang.
Para ahli menyarankan deteksi yang lebih baik dapat dilakukan dengan menganalisis metadata akun, hubungan, dan pola linguistik dari waktu ke waktu. Memperlambat penyebaran virus yang cepat pada konten juga dapat mengekang pengaruh jaringan bot yang terkoordinasi dengan lebih baik sebelum menyebabkan kerusakan yang terlalu besar.
Mendorong Transparansi dan Pengawasan
Dengan adanya algoritma dan bot yang tertanam dalam model bisnis inti mereka, platform sosial memiliki sedikit insentif untuk bersikap transparan atau memungkinkan pengawasan yang berarti. Namun kelompok advokasi telah menyerukan audit algoritmik, yang memberikan akses kepada peneliti untuk mengevaluasi dampak.
Pemerintah juga mempertimbangkan peraturan yang menegakkan transparansi, persyaratan pemantauan manusia, dan hak banding terhadap keputusan algoritmik yang tidak adil.
Pengguna dapat membantu memberikan tekanan dengan menyuarakan keprihatinan melalui petisi dan tagar, mendukung politisi pro-transparansi, dan bahkan menipu algoritma dengan mengubah pola aktivitas mereka sendiri. Meskipun budaya platform sosial yang tertutup dan berorientasi pada keuntungan akan sulit diubah, kesadaran dan tekanan masyarakat yang berkelanjutan dapat membuat transparansi seputar algoritma dan bot mereka menjadi suatu keharusan.
Kesimpulannya: Algoritma dan Bot yang Menjalankan Media Sosial
Tampilan media sosial telah terkelupas, dan kita telah melihat sekilas perpaduan kompleks antara algoritma dan bot yang mendorong platform ini. Umpan kami dikurasi dengan formula buram yang dioptimalkan untuk keterlibatan dan pendapatan, bukan wacana berkualitas. Akun otomatis mengamuk, terselubung identitas manusia palsu.
Sekilas kebenaran ini seharusnya membuat kita sangat tidak nyaman dengan keadaan media sosial saat ini. Kita tidak bisa lagi berpegang pada gagasan kuno tentang alun-alun kota online yang netral. Motif keuntungan dan otomatisasi yang tidak terkendali telah melemahkan potensi jaringan sosial. Kemarahan harus berubah menjadi seruan untuk transparansi dan akuntabilitas.
Kami, para pengguna, memiliki kekuatan dalam jumlah. Jangan menerima ketidaktahuan tentang bagaimana algoritma mempengaruhi pemikiran Anda. Menuntut perubahan melalui legislasi dan keterlibatan platform secara langsung. Waspada terhadap amplifikasi bot. Dan jangan pernah melupakan manusia di balik layar, baik itu orang sungguhan maupun AI yang licik. Realitas masa depan kita mungkin bergantung pada ingatan akan kemanusiaan kita.